Hal karyawan diminta melakukan pekerjaan di luar dari lingkup kerja yang ada di perjanjian kerja.

Kesimpulan

Apabila  karyawan diminta melakukan pekerjaan di luar dari lingkup kerja yang ada di perjanjian kerja, karyawan memiliki kebebasan untuk menentukan sikap setuju atau tidak setuju dengan hal tersebut. Bila setuju, pekerja memiliki kebebasan untuk melakukan negosiasi terkait remunerasi yang bisa didapatkan.

Aturan Terkait

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”UU Tenaker”.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “KUHPer”)

 

Analisa

Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 UU Tenaker, adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pemberi kerja adalah perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pasal 1 angka 3 UU Tenaker menyatakan bahwa Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain; sedangkan Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU Tenaker adalah sebagai berikut:

  1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
  2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh merupakan hal yang mendasari keberadaan akan hubungan kerja, yang merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian kerja itu sendiri dibuat secara tertulis atau lisan; perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua hal tersebut merupakan hal sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 UU Tenaker.

Pasal 52 ayat (1) UU Tenaker menyatakan:

  1. Kesepakatan kedua belah pihak;
  2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
  3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
  4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 54 ayat (1) UU Tenaker menyatakan bahwa Perjanjian kerja dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:

  1. Nama, alamat, perusahaan dan jenis usaha;
  2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
  3. Jabatan atau jenis pekerjaan;
  4. Tempat pekerjaan;
  5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
  6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
  7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
  8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
  9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

 

Perjanjian kerja yang dibuat harus dilandaskan berdasarkan ketentuan yang dituangkan pada Pasal 1320 KUHPer, tentang dinyatakan syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

  1. adanya kesepakatan kedua belah pihak;
  2. kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
  3. adanya objek perjanjian; dan
  4. adanya sebab yang halal.

Di dalam hukum dikenal Asas Konsensualisme, bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus, sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak.

Pada Pasal 1338 KUHPer dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya para pihak wajib menghormati dan tunduk kepada ketentuan yang telah mereka sepakati. Konsep ini serupa dengan sanctity of contract yang umum dikenal oleh sistem Anglo Saxon. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Apabila  karyawan diminta melakukan pekerjaan di luar dari lingkup kerja yang ada di perjanjian kerja, karyawan memiliki kebebasan untuk menentukan sikap setuju atau tidak setuju dengan hal tersebut. Bila setuju, pekerja memiliki kebebasan untuk melakukan negosiasi terkait remunerasi yang bisa didapatkan.

 

 

Recommended Posts