Bagaimana cara mendirikan serikat pekerja? Apakah perusahaan boleh menghalang-halangi pendirian serikat pekerja atau aksi-aksi yang dilakukan serikat pekerja?

Kesimpulan:

Siapapun tidak dapat menghalang-halangi:

(1) pekerja dan serikat pekerja untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai

(2) pekerja untuk membentuk, menjadi pengurus, menjadi anggota dan/atau menjalankan kegiatan serikat pekerja.

 

Peraturan/Dasar Hukum Terkait:

  • UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“UU SP“)
  • UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Naker“)

 

Analisa:

Pasal 1 angka 17 dari UU Naker mengartikan serikat pekerja (“SP“) sebagai organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Penjelasan dari Pasal 104 UU Naker telah menegaskan bahwa kebebasan untuk membentuk, masuk atau tidak masuk menjadi anggota SP merupakan salah satu hak dasar pekerja.

PENDIRIAN SERIKAT PEKERJA

Pasal 5 dari UU SP mengatur bahwa SP dibentuk oleh sekurangnya 10 pekerja.

Setiap SP harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pasal 11 UU SP mengatur bahwa anggaran dasar harus memuat:

  1. nama dan lambang;
  2. dasar negara, asas, dan tujuan;
  3. tanggal pendirian;
  4. tempat kedudukan;
  5. keanggotaan dan kepengurusan;
  6. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
  7. ketentuan perubahan anggaran dasar dan atau anggaran rumah tangga.

Seorang pekerja hanya dapat bergabung pada satu SP. Pekerja yang menduduki jabatan tertentu di dalam perusahaan—misalnya  manajer SDM, keuangan atau personalia—yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja, maka yang bersangkutan tidak boleh menjadi pengurus SP. (Pasal 15 UU SP dan Penjelasan).

SP yang sudah terbentuk akan memberitahukan secara tertulis kepada instansi setempat dengan dilampiri: (Pasal 18 UU SP)

  1. daftar nama anggota pembentuk;
  2. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
  3. susunan dan nama pengurus.

 

Apabila ada perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, maka pengurus SP wajib memberitahukan kepada instansi setempat paling lama 30 hari [tidak ada kejelasan apakah hari kalender atau hari kerja] sejak tanggal perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tersebut. (Pasal 21 UU SP)

Apabila SP telah memiliki nomor bukti pencatatan, maka SP berhak:

  1. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
  2. mewakili pekerja dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
  3. mewakili pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan;
  4. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja;
  5. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 28 UU SP secara eksplisit melarang siapapun menghalangi-halangi atau memaksa pekerja untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan SP dengan cara :

  1. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
  2. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja;
  3. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
  4. melakukan kampanye anti pembentukan SP.

Pelanggaran dari ketentuan ini dapat berujung pada pidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 500 juta Rupiah.

AKSI DARI SERIKAT PEKERJA

Salah satu contoh aksi yang diselenggarakan SP adalah mogok kerja. Mogok kerja diatur dalam Pasal 137 UU Naker. Pekerja tidak wajib memenuhi ajakan mogok kerja. Mogok kerja dapat dilakukan sepanjang sesuai dengan aturan dalam Pasal 140 UU Naker yang mengatur tentang format pemberitahuan mogok kerja kepada pengusaha dan instansi ketenagakerjaan setempat, yang disampaikan tidak kurang dari 7 hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan.

Apabila syarat di dalam UU Naker tidak dilakukan, maka pengusaha dapat melarang pekerja yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau berada di lokasi perusahaan.

UU Naker secara eksplisit melindungi pekerja dalam melakukan mogok kerja. Pasal 143 mengatur bahwa siapapun:

  • tidak dapat menghalang-halangi pekerja dan SP untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai;
  • dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja dan pengurus SP yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahkan ada sanksi pidana penjara sampai empat tahun serta denda paling banyak 400 juta Rupiah bagi pelanggarnya. Penjelasan Pasal 143 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menghalang-halangi antara lain dengan cara:

  1. menjatuhkan hukuman;
  2. mengintimidasi dalam bentuk apapun; atau
  3. melakukan mutasi yang merugikan.

Selain dilakukan oleh SP, mogok kerja dapat juga dilakukan oleh pekerja yang tidak menjadi anggota SP.

===

Recommended Posts