Apa yang bisa dilakukan kalau ingin mengundurkan diri namun ditolak oleh pemberi kerja, atas alasan ada ikatan dinas pasca pelatihan karyawan yang diatur dalam perjanjian kerja?

Jika pekerja/buruh mengundurkan diri sebelum ikatan management trainee selesai, pada umumnya pekerja/buruh tersebut dinyatakan wanprestasi dan harus membayar biaya ganti rugi berdasarkan ketentuan pada perjanjian kerja.

Oleh karena itu, jika pekerja/buruh memutuskan pengunduran diri, sebaiknya pekerja/buruh melakukan negosiasi kepada perusahaan terlebih dahulu untuk meniadakan atau meminimalisir biaya ganti rugi yang sudah diatur pada perjanjian. Jika negosiasi tidak dimungkinkan, dalam praktik yang sering terjadi pekerja/buruh dapat mencari calon pemberi kerja yang bersedia membayar biaya ganti rugi yang akan dikenakan kepada pekerja/buruh.

PERATURAN TERKAIT

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan “UU Tenaker”.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

 

ANALISA

Mengenai hal yang dapat dilakukan sehubungan dengan penolakan pengunduran diri pekerja/buruh oleh pemberi kerja dengan alasan adanya ikatan dinas pasca adanya pelatihan sebagai pekerja/buruh management training, bahwa Pasal 1 angka 4 UU Tenaker adalah Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam hal ini juga termasuk pengusaha yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU Tenaker adalah:

  1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
  2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

 

Bahwa Pasal 1 angka 9 UU Tenaker menyebutkan Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan, adapun hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 9 UU Tenaker. Peningkatan kesejahteraan bagi tenaga kerja yang diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja. Pasal 11 UU Tenaker menyebutkan Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan melalui pelatihan kerja.

Pelatihan kerja yang dilaksanakan dan diadakan oleh pemberi kerja memiliki sejumlah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), (2), dan (3) UU Tenaker, yang adalah sebagai berikut:

  • Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
  • Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja.
  • Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.

 

Pasal 12 UU Tenaker, menyebutkan:

  • Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.
  • Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri.
  • Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.

 

Mengenai hal pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas, didasarkan atas perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Dalam hal ini perjanjian kerja merupakan hal yang mendasari terdapatnya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Yang dimaksud dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 UU Tenaker adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan; perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52 UU Tenaker menyatakan bahwa:

  • Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
  1. Kesepakatan kedua belah pihak;
  2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
  3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
  4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
  • Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

Perjanjian kerja yang dibuat harus dilandaskan berdasarkan ketentuan yang dituangkan pada Pasal 1320 KUHPer, tentang dinyatakan syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

  1. adanya kesepakatan kedua belah pihak;
  2. kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
  3. adanya objek perjanjian; dan
  4. adanya sebab yang halal.

Di dalam hukum dikenal Asas Konsensualisme, bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus, sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak.

Pada Pasal 1338 KUHPer dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya para pihak wajib menghormati dan tunduk kepada ketentuan yang telah mereka sepakati. Konsep ini serupa dengan sanctity of contract yang umum dikenal oleh sistem Anglo Saxon. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

 

Untuk menjawab pertanyaan memo ini, adalah dengan melihat kembali kepada perjanjian kerja yang telah dibuat dan disepakati antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Legal memo ini mengasumsikan bahwa perjanjian kerja yang ada melarang / membatasi pekerja mengundurkan diri sebelum waktu yang telah ditentukan atau memenuhi syarat-syarat lainnya. Jika pekerja/buruh mengundurkan diri sebelum ikatan management trainee selesai, pada umumnya pekerja/buruh tersebut dinyatakan wanprestasi dan harus membayar biaya ganti rugi berdasarkan ketentuan pada perjanjian kerja.

 

Oleh karena itu, jika pekerja/buruh memutuskan pengunduran diri, sebaiknya pekerja/buruh melakukan negosiasi kepada perusahaan terlebih dahulu untuk meniadakan atau meminimalisir biaya ganti rugi yang sudah diatur pada perjanjian. Jika negosiasi tidak dimungkinkan, dalam praktik yang sering terjadi pekerja/buruh dapat mencari calon pemberi kerja yang bersedia membayar biaya ganti rugi yang akan dikenakan kepada pekerja/buruh.

Recommended Posts