Apakah perusahaan dibolehkan membayar karyawan di bawah UMP? Bila boleh, apa saja pengecualiannya?

Perusahaan dibolehkan membayar karyawan di bawah upah minimum, untuk waktu maksimal 12 bulan, sepanjang memenuhi syarat di dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum serta disetujui serikat pekerja.

Peraturan Terkait:

  • UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Naker“)
  • Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP Upah”)
  • Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum (“Kepmen 231“)
  • Putusan Mahkamah Konstitusi No. 72/PUU-XIII/2015

 

 

 

Analisa:

 

Pasal 88E ayat 2 UU Naker mengatur bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Ketentuan ini juga diatur pada Pasal 2 ayat 1 Kepmen 231.

 

Namun demikian, Pasal 90B UU Naker membuat pengecualian untuk ketentuan upah minimum terhadap usaha mikro dan kecil, dimana ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Rinciannya diatur dalam Pasal 36 PP Upah, yakni paling sedikit 50% dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi, dan nilai upah disepakati paling sedikit 25% di atas garis kemiskinan di tingkat provinsi. Nilainya akan didasarkan pada data dari lembaga yang berwenang di bidang statistik (dalam hal ini, Biro Pusat Statistik).  Usaha mikro dan kecil ini tidak boleh bergerak pada usaha berteknologi tinggi dan padat modal.

 

Ketentuan tentang penangguhan pelaksanaan upah minimum di atur dalam Kepmen 231. Permohonan penangguhan hanya bisa diajukan kepada Gubernur setempat, berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja yang tercatat. Mekanisme kesepakatan diatur pada Pasal 3 Kepmen 231 tersebut. Beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi saat mengajukan permohonan berdasarkan ketentuan pada Pasal 4 Kepmen 231, diantaranya adalah:

  1. laporan keuangan perusahaan (yang sudah diaudit akuntan publik) yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;
  2. jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum; dan
  3. perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang.

 

Menurut Pasal 5 Kepmen 231 ayat 1, Penangguhan ditetapkan paling lama untuk jangka waktu 12 bulan. Kemudian pada ketentuan di ayat 2, Penangguhan hanya diberikan dengan:

  1. membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama, atau;
  2. membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah dari upah minimum baru, atau;
  3. menaikkan upah minimum secara bertahap.

 

Kemudian merujuk pada Pasal 6 Kepmen 231, apabila setelah permohonan penangguhan diajukan satu bulan lamanya, dan Gubernur tidak memberikan jawabannya, maka permohonan penangguhan dianggap telah disetujui.

 

Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian, pengusaha yang bersangkutan tetap membayar upah sebesar upah yang biasa diterima pekerja.

 

UU Naker mengatur bahwa perusahaan tidak wajib membayarkan selisih upah yang telah diberikan persetujuan penangguhan. Namun demikian Mahkamah Konstitusi berpandangan lain dalam Putusan MK No. 72/PUU-XIII/2015. MK memutuskan bahwa Penjelasan Pasal 90 UU Naker bertentangan dengan UUD 1945. Perusahaan harus tetap membayarkan selisih upah yang tertunggak, setelah perusahaan melewati masa penangguhan pembayaran upah minimum.

 

Recommended Posts