Seperti apakah kewajiban pemberi kerja membayarkan BPJS bagi pekerja.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka bentuk kewajiban pemberi kerja dalam membayarkan BPJS bagi pekerja adalah sebagai berikut:

  • Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS; dan

  • Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Bantuan Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.

 

Regulasi

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan “UU Tenaker”;
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial “UU BPJS”;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perubahan Kesembilan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja “PP 84/2013”;
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana “KUHP”

 

Analisa

Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 UU Tenaker, adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha dalam Pasal 1 angka 5 UU Tenaker, adalah:

  1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
  2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

 

Pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UU Tenaker, adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Berdasarkan hal tersebut apabila seseorang dapat dikatakan sebagai pekerja/buruh apabila ia memenuhi unsur setiap orang yang bekerja kepada pemberi kerja atau pengusaha dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

 

Pasal 1 angka 1 UU BPJS, adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Adapun Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 UU BPJS, adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Pasal 2 UU BPJS menyatakan bahwa BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya, adapun yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Pasal 5 ayat (1) huruf b UU BPJS menyatakan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: b. BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 6 ayat (2) UU BPJS menyebutkan BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program:

  1. Jaminan kecelakaan kerja;
  2. Jaminan hari tua;
  3. Jaminan pensiun; dan
  4. Jaminan kematian.

 

Mengenai pendaftaran peserta dan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan, bahwa Pasal 14 UU BPJS menyatakan Setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial. Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU BPJS menyatakan:

  • Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
  • Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.

Dalam hal pembayaran iuran BPJS, Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU BPJS menyebutkan, sebagai berikut:

  • Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
  • Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Bantuan Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.

 

Dengan demikian, hal seperti apakah kewajiban pemberi kerja membayarkan BPJS bagi pekerja, bahwa pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS, adapun selain daripada hal tersebut adalah pemberi kerja wajib membayar dan menyetor bantuan iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.

Dalam hal pemberi kerja tidak mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, pemberi kerja dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dinyatakan pada Pasal 17 ayat (1) UU BPJS dan Pasal 5 ayat (1) PP 86/2013.

Sanksi Administratif itu dapat berupa:[1]

  1. teguran tertulis yang dilakukan oleh BPJS
  2. denda yang diberikan oleh BPJS; dan/atau
  3. tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota atas permintaan BPJS.

 

Dalam hal pemberi kerja telah mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS, tapi tidak memungut iuran yang menjadi beban pekerjanya kemudian tidak membayar dan menyetorkannya kepada BPJS, maka pemberi kerja dapat dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 1 miliar.[2]

 

Dalam hal pemberi kerja telah memotong upah pekerja sebagai iuran BPJS, tapi tidak menyetorkannya kepada BPJS, perusahaan tersebut dapat dikenakan pasal penggelapan dalam hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi :

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun”

[1] Pasal 17 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU BPJS serta Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 PP 86/2013

[2] Pasal 19 ayat (1) dan (2) jo. 55 UU BPJS

Recommended Posts