Seperti apakah pengaturan perizinan pembangunan rumah ibadat?

Bahwa pengaturan perizinan pembangunan rumah ibadat di Indonesia diatur dalam BAB IV, yang terdiri atas Pasal 13 sampai dengan Pasal 17 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, selanjutnya disebut dengan “Peraturan Bersama Menag dan Mendagri”.

 

KESIMPULAN

Kesimpulan daripada pengaturan perizinan pembangunan rumah ibadat itu wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Selain itu juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

  1. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”)pengguna rumah ibadat yang paling sedikitnya 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah;
  2. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
  3. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
  4. Rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten/kota.

Jika persyaratan 90 (sembilan puluh) nama dan KTP pengguna rumah ibadat terpenuhi tetapi syarat dukungan masyarakat setempat belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Permohonan pendirian rumah ibadat diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”)  rumah ibadat. Kemudian dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat yang diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat, bupati/walikota memberikan keputusan atas permohonan tersebut.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, bahwa pihak yang hendak mendirikan rumah ibadat rumah ibadat juga harus melihat kembali peraturan pada masing-masing daerah, dikarenakan dalam peraturan daerah sebagaimana dimaksud tersebut diatur lebih rinci lagi.

PERATURAN TERKAIT

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
  • Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

 

ANALISIS

Bahwa pada dasarnya pendirian suatu rumah ibadat merupakan bagian daripada hak beragama yang juga merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini pun dijamin oleh negara dan telah termaktub dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut dengan “UUD NRI 1945”, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Adapun hal ini sebelumnya juga telah dinyatakan dalam Pasal 28E ayat (1) UUD NRI 1945, yang isinya adalah setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Serta hal ini juga dinyatakan dalam Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, yang isinya adalah sebagai berikut:

  • Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
  • Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.

Berdasarkan hal-hal sebagaimana telah diamanatkan baik oleh Undang-Undang Dasar 1945 maupun undang-undang tentang hak asasi manusia, maka oleh negara berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum. Selain itu juga bahwa merupakan tugas pemerintah untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib, yang mana perlus disadari pula bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari pada kerukunan nasional.

Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri memberikan definisi daripada rumah ibadat, yakni bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. Terkait dengan pendirian rumah ibadat itu sendiri diatur dalam BAB IV, yang mana dalam bab tersebut menjabarkannya ke dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 17 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri.

Pasal 13 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, menyatakan sebagai berikut:

  • Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
  • Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
  • Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

Pasal 14 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri berisi tentang:

  • Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
  • Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
  1. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
  2. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60  (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
  3. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
  4. Rekomendasi tertulis FKUBkabupaten/kota.
  • Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Pasal 15 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri menyatakan bahwa rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis. Pasal 16 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri menyatakan sebagai berikut:

  • Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadatkepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.
  • Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Selanjutnya pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 17 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri.

 

  1. Kerukunan Umat Beragama sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, yang selanjutnya disebut dengan “Peraturan Bersama Menag dan Mendagri”,  adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Hal ini merujuk kepada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang selanjutnya disebut dengan “UU Bangunan Gedung”, yang menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Dalam Pasal 7 ayat (2) UU Bangunan Gedung berbunyi, persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan, dan persyaratan teknis bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan kendala bangunan gedung, yang mana hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (3) UU Bangunan Gedung.
  3. FKUB atau Forum Kerukunan Umat Beragama sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
  4. Apabila tidak telah terjadi musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dalam hal ini berarti telah terjadi suatu perselisihan akibat pendirian rumah ibadat tersebut. Oleh karena itu penyelesaian perselisihan tersebut dilakukan dengan mengacu pada Pasal 21 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, yang isinya adalah sebagai berikut:
    • Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.
    • Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan akan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
    • Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.
  5. Panitia Pembangunan Rumah Ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, adalah panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, adalah organisasi non pemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
  6.  Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Bersama Menag dan Mendagri, adalah izin yang diterbitkan oleh Bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.

 

 

Recommended Posts