Apakah seseorang dapat dipidana hanya karena mengkritik Pemerintah?

Apabila kritik menyangkut kebijakan dan kinerja Pemerintah, dianggap tidak melanggar Pidana, tetapi jika sudah menyangkut Harkat dan Martabat seseorang, maka dapat dikenakan Pidana. Contoh: Kinerja Jokowi dalam menangani Wabah Covid 19 dianggap tidak becus, maka hal itu dianggap mengkritik kebijakan Pemerintah. Tetapi apabila, mengkritik Jokowi adalah anak haram, maka hal tersebut dikategorikan sebagai penghinaan dan masuk dalam kategori tindak pidana, pelaku dapat dijerat apabila memenuhi seluruh unsur pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan jika ada pengaduan / permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap pengkritik tersebut dari pihak yang berkepentingan, singkatnya dalam contoh ini harus Jokowi sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum.

Peraturan terkait

  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
  • Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU ITE (SKB UU ITE)
  • *Saat memo ini dibuat, Pemerintah dan DPR sedang merancang RKUHP.

 

Analisa

Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP. Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Ketentuan ini merupakan delik aduan, dengan catatan, bahwa berdasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU/VI/2008 tahun 2008, dinyatakan bukanlah sebuah delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Untuk perbuatan yang demikian dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP, sehingga tidak termasuk acuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak mengatur secara detail mengenai penghinaan terhadap Pemerintah. Berdasarkan ketentuan SKB UU ITE pada bagian Pedoman Implementasi Nomor 3 tentang Pasal 27 ayat (3) UU ITE huruf a dinyatakan bahwa penghinaan ini tidak dapat dilepas dari Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP yakni merupakan delik menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum. Sedangkan Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku. Jika muatan / konten yang ditransmisikan, distribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, digunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud pada Pasal 315 KUHP, dan tidak dikenakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Bukan juga delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataaan. Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum Aparat Penegak Hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE. Kriteria “diketahui umum” bisa berupa unggahan pada akun sosial media dengan pengaturan bisa diakses publik, unggahan konten atau mensyiarkan sesuatu pada aplikasi grup percakapan dengan sifat grup terbuka tanpa moderasi tertentu dimana siapapun bisa bergabung dalam grup percakapan.

Namun, tidak termasuk delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, apabila unggahan konten ini disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus, atau institusi pendidikan,

Di dalam Pasal 207 KUHP, juga dijelaskan adanya sanksi pidana apabila mengkritik Pemerintah dengan menyebarkan ujaran kebencian dan penghinaan, sebagai berikut Barang siapa dengan sengaja di muka umum, dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau sesuatu Majelis Umum yang ada di sana, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00.” Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 164) menjelaskan bahwa pasal ini menjamin alat-alat kekuasaan Negara supaya tetap dihormati. Tiap-tiap penghinaan terhadap alat-alat tersebut dihukum menurut pasal ini. 

Patut diperhatikan bahwa dalam pertimbangan pada Putusan MK 013-022/PUU-IV/2006, Mahkamah Konstitusi (MK) menguraikan bahwa Pasal 207 KUHP, dalam hal penghinaan yang ditujukan kepada presiden dan/atau wakil presiden dan/atau pejabat lainnya selaku Pemerintah , menurut pertimbangan MK, penuntutan hanya dapat  dilakukan atas dasar pengaduan. Jadi, apabila pemerintah yang dihina tersebut tidak mengadukan kasus penghinaan ini maka tidak dapat dipidana.

 Perlu dibedakan antara mengkritik Pemerintah dan mengkritik Kebijakan Pemerintah. Sebagai rujukan, dalam Pasal 218 Ayat (1) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini masih dalam proses pembahasan: “setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”. Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri” pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah. Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan yang sangat tercela, jika dilihat dari berbagai aspek antara lain moral, agama, nilai-nilai  kemasyarakatan, dan nilai-nilai hak asasi manusia atau kemanusiaan, karena menyerang/merendahkan martabat kemanusiaan (menyerang nilai universal), oleh karena itu, secara teoritik dipandang sebagai rechtsdelict, intrinsically wrong, mala per se, dan oleh karena itu pula dilarang (dikriminalisir) di berbagai negara.

Recommended Posts