Apa sanksi bagi atasan yang melakukan pelecehan seksual terhadap bawahannya?

Peraturan perundang-undangan yang ada, belum dapat memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh atasannya. Peraturan yang ada lebih mungkin menjerat perbuatan kekerasan seksual seperti perkosaan yang dibuktikan dengan adanya penetrasi kelamin pria dengan kelamin wanita.

Peraturan Terkait

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
  • Naskah Akademik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

 

Analisa

Pelecehan seksual atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Sexual Harrasment, diartikan sebagai unwelcome attention atau secara hukum didefinisikan sebagai imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan yang dimaksud dengan pelecehan seksual merupakan pelanggaran batasan seksual orang lain atau norma perilaku seksual. Dengan demikian, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.

Pelecehan seksual tidaklah diatur secara spesifik dalam KUHP. Yang diatur hanyalah perbuatan cabul pada Pasal 289 ayat (2) KUHP. Perbuatan cabul sendiri tidak ada definisi resminya. Namun umumnya aparat penegak hukum akan merujuk kepada KUHP terjemahan R. Soesilo yang memberi komentar terhadap Pasal 289, bahwa ‘perbuatan cabul’ adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dsb.

Dalam konteks atasan-bawahan pegawai negeri, sesuai ketentuan Pasal 294 ayat (2) KUHP, pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya, diancam dengan pidana penjara selama 7 tahun. Sedangkan untuk atasan-bawahan sektor swasta, KUHP tidak mengaturnya. Perlu diperhatikan bahwa perbuatan cabul sulit untuk dibawa ke pengadilan, karena sulitnya membuktikan perbuatan cabul yang tidak terlihat bekasnya (seperti meraba-raba) tanpa disertai saksi lain yang melihat peristiwa, dan alat bukti lainnya.

Kembali kepada isu pelecehan seksual, KUHP tidak mengatur secara spesifik tentang pelecehan seksual.

Disinilah letak kelemahan sistem pidana kita. Tidak ada definisi resmi perbuatan cabul, dan tidak ada sama sekali pengaturan tentang pelecehan seksual. Padahal aspek pelecehan seksual sangatlah luas, misalkan siulan tidak pantas, menatap penuh nafsu,atau sentuhan fisik yang tidak diinginkan.

Pada Naskah Akademis RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (“RUU PKS”) yang diakses dari situs web DPR RI pada 18 Mei 2021, tertulis bahwa KUHP hanya mengatur kekerasan seksual dalam konteks perkosaan. Sehingga diharapkan agar UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang memuat rincian berbagai tindak pelecehan seksual dapat diundangkan.

Berdasarkan Naskah Akademis RUU PKS, pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Ia termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin tidak sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.

Dengan pengaturan di KUHP saat ini, sulit untuk bisa menjerat pelaku pelecehan seksual, karena dalam beberapa kasus, aparat penegak hukum menganggap bahwa keterangan antara tersangka dan saksi korban keterangannya berbeda, dan tidak ada saksi yang mengetahui langsung serta tidak ada saksi yang menguatkan, sehingga tidak ada unsur yang terpenuhi. Padahal realitanya, pelecehan seksual cenderung dilakukan bila tidak ada saksi lain yang melihat perbuatan tersebut.

Recommended Posts